Nasional

Di Aceh, Gus Yahya Ungkap Sosok Pemimpin Ideal dan Problematikanya

Sel, 2 Juli 2024 | 11:06 WIB

Di Aceh, Gus Yahya Ungkap Sosok Pemimpin Ideal dan Problematikanya

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (tengah) dan Ketua Umum PB-HUDA, Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab (kiri) pada seminar kebangsaan bertajuk Mencari Pemimpin Ideal untuk Aceh yang diadakan di Hotel Grand Aceh Syariah, Banda Aceh, Sabtu, 29 Juni 2024 (Foto: Helmi Abu Bakar/NU Online)

Banda Aceh, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, pemimpin yang ideal adalah sosok yang mampu membawa perubahan dan merintis pembangunan.


"Sosok pemimpin ideal adalah sosok yang mampu merintis pembangunan seperti kepemimpinan Nabi Muhammad, sahabat, dan tabi'in di masa kejayaan Islam," ungkap kiai yang akrab disapa Gus Yahya pada seminar kebangsaan bertajuk Mencari Pemimpin Ideal untuk Aceh yang diadakan di Hotel Grand Aceh Syariah, Banda Aceh, Sabtu, 29 Juni 2024.


Gus Yahya menambahkan, seorang pemimpin harus mujtahid, memiliki kapasitas ilmu yang mendalam dan memahami urusan dunia dan ini sangat urgen dimiliki oleh seorang pemimpin di era digital seperti saat ini.


Kompleksitas ilmu saat ini, lanjutnya, menyebabkan ahlul ilmy (ahli ilmu) sulit mengurus urusan dunia, sementara orang berkuasa tidak sempat mengikuti pengajian.
 

‘’Sosok Rasulullah SAW juga memiliki kapasitas  gabungan dua fungsi waliyul ilmy (penguasa ilmu) dan waliyud dunya (penguasa dunia). Waliyud dunya (penguasa dunia). Rasulullah secara tidak langsung juga menguasai keduanya dan Rasulullah memiliki kapasitas tersebut. Seharusnya seorang pemimpin harus memiliki dua unsur tersebut. Namun beriring waktu kedua unsur tersebut tidak sanggup dimiliki oleh seseorang (pemimpin),” ulasnya.
 

Menurut Gus Yahya, kehidupan saat ini dengan segala permasalahannya semakin kompleks. Seorang yang jadi waliyul ilmy membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya sehingga tak sempat memikirkan tentang kapasitas yang harus dimiliki seorang waliyud dunya. Kondisi tersebut, dialami juga oleh walilyud dunya, sibuk mempelajari dan mengurus dunia dan problematikanya. 


Oleh karena itu, Gus Yahya, dalam perjalanannya, waktu yang dimiliki waaliyul ilmy dan waaliyud dunya tidak mungkin dimiliki secara utuh oleh seseorang.


"Kehidupan saat ini di era digital banyak masalah yang menyangkut kemaslahatan umat membutuhkan pemikiran revolusioner yang efektif menjawab persoalan yang ada,” ujarnya.
 

Rasulullah Saw menurut Gus Yahya bukan hanya tabligh (menyampaikan) namun perintis namun Rasulullah perintis pembangun dan peradaban. Ini juga dasar dan menjadi slogan NU jelang satu abad "Menyongsong 100 tahun Nahdlatul Ulama, merawat jagat membangun peradaban”.
 

Menurut Kiai yang akrab disapa Gus Yahya ini, tema "Menyongsong 100 tahun Nahdlatul Ulama, merawat jagat membangun peradaban” karena pihaknya yakin dan percaya bahwa para muasis pendiri Nahdlatul Ulama dulu mendirikan jamiyah ini dengan keprihatinan, kepedulian, cita-cita yang terkait dengan peradaban.
 

Gus Yahya menambahkan merawat jagat dalam slogan NU itu bukan hanya dimaknai bumi saja, namun menyeluruh dan komprehensif.
 

‘’Merawat jagat itu bukan hanya diartikan sempit namun lebih luas bukan hanya ardhu (bumi) namun ‘alam yang maknanya luas mencakup ma fissamawati wa ma fil ardhi,’’ paparnya.