Nasional

Idul Adha, Momentum untuk ‘Menyembelih’ Sifat Jahat dalam Manusia

Ahad, 11 Agustus 2019 | 11:00 WIB

Idul Adha, Momentum untuk ‘Menyembelih’ Sifat Jahat dalam Manusia

Proses penyembelihan hewan qurban

Yogyakarta, NU Online

Hari ini, seluruh umat muslim akan merasakan semangat Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Hari raya ini ditandai dengan menyembelih hewan kurban, untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar. Hewan kurban ini sendiri umumnya berupa kambing, domba, sapi ataupun kerbau. Hari raya ini juga dikenal dengan hari berbagi, di mana masyarakat yang mampu dianjurkan berkurban dan membagi hewan kurbannya bagi umat muslim yang tidak mampu.

 

Namun, dibalik itu semua, hari raya kurban juga bisa dijadikan momentum untuk memotong bibit kebencian dan radikalisme, yang barangkali masih ada dalam diri masing-masing. Hal ini penting karena sifat saling membenci, sifat egois, fanatik bahkan radikal tersimpan dalam diri manusia masif terjadi. Sifat itu adalah sifat kebinatangan yang harus disembelih dan dibuang dalam diri manusia.

 

“Dengan kurban, berarti umat Islam harus menyembelih kesadaran sifat tidak baik, supaya menjadi kesadaran yang baik, kesadaran dalam menempuh proses dalam kehidupan ini. Kalau dalam proses kehidupan tidak menempuh jalan yang benar, maka harus dipotong kembali untuk menempuh jalan yang benar,” ujar Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Hamim Ilyas di Yogyakarta.

 

Sebenarnya, menurut dia, tantangan untuk umat Islam dalam peristiwa ini ada dalam hikmah ibadah qurban itu sendiri, yakni menyembelih sifat-sifat hewani pada diri manusia. Selain itu, secara teologis yang seharusnya ‘disembelih’ adalah doktrin-doktrin yang tidak sesuai dengan agama.

 

Lebih jauh, ia mengatakan perlunya merekonstruksi tentang dasar dari perilaku jahat termasuk radikalisme kekerasan. “Termasuk juga rekonstruksi tentang konsep radikalisme. Karena aksi radikalisme itu berpangkal pada pemikiran, maka pemikiran radikalisme yang bertumpu pada ajaran radikal harus direkonstruksi,” ujarnya.

 

Oleh karena itu momentum Idul Adha atau Idul Kurban ini menurutnya masyarakat muslim ini harus dapat bisa berbagi antar sesama tanpa mementingkan kepentingan diri sendiri atau merasa benar sendiri. Apalagi di tengah era globalisasi ini supaya warga dunia tidak terlindas oleh globalisasi itu maka warga dunia harus memberi kontribusi terhadap peradaban dunia. (Red: Ahmad Rozali)