Nasional

Masuk Kurikulum Sekolah, Karya Sastra Jadi Bahan Ajar bagi Semua Mata Pelajaran

Sel, 21 Mei 2024 | 12:00 WIB

Masuk Kurikulum Sekolah, Karya Sastra Jadi Bahan Ajar bagi Semua Mata Pelajaran

Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam acara Peluncuran Program Sastra Masuk Kurikulum di Gedung A Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (20/5/2024). (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, selama ini sastra memang sudah hadir di sebagian kelas, tetapi hanya terbatas pada mata pelajaran sastra Indonesia.


Pembahasannya pun hanya sekilas, sehingga tidak merangsang pembacaan yang kritis. Konsep bedah buku juga sangat jarang dilakukan di sekolah-sekolah di Indonesia. Setelah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, para guru didorong agar menjadikan karya sastra sebagai bahan ajar pada semua mata pelajaran.


Hal itu diungkapkan Nadiem saat secara resmi Kemendikbudristek memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka mulai tahun ajaran baru mendatang untuk jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).


"Makanya, inisiatif ini mendorong guru-guru untuk memanfaatkan karya sastra yang sudah dikurasi sebagai bahan ajar bagi (semua) mata pelajaran, bukan hanya mata pelajaran Bahasa Indonesia," ujarnya dalam Peluncuran Program Sastra Masuk Kurikulum di Gedung A Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (20/5/2024).


Nadiem menjelaskan bahwa dalam program ini, guru perlu mendampingi proses pembacaan yang dilakukan oleh murid-murid sehingga mereka dapat menggali nilai-nilai yang terkandung dalam suatu karya sastra.


Ia juga menekankan bahwa kunci keberhasilan terletak pada diskusi, refleksi, dan perdebatan dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan serta mencoba menjawabnya sebaik mungkin, lalu menyadari bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah.


"Keindahan dari literasi karya sastra adalah tidak ada jawaban yang pasti. Jawabannya adalah pada proses mencari jawaban itu. Nah, itu mungkin yang membuat saya merasa program ini akan sangat spesial dampaknya pada pemikiran kritis anak-anak kita semua," imbuhnya.


Dengan cara inilah, kata Nadiem, kemampuan literasi peserta didik dapat terlatih. Sebab literasi lebih dari sekadar membaca, mengolah informasi, dan memahami makna dalam suatu teks. Kemampuan ini sangat dibutuhkan anak-anak dalam tahapan belajar dan merupakan bekal yang sangat berguna untuk menyelesaikan pendidikan formal.


Ia mengungkapkan bahwa dengan memasukkan sastra ke dalam kurikulum sekolah, karya sastra juga dapat dijadikan materi untuk P5 Projek Profil Pengembangan Pelajar Pancasila dengan pendekatan yang kreatif dan menyenangkan.


"Kami telah menyusun rekomendasi buku-buku karya sastra yang bisa digunakan dalam pembelajaran. Rekomendasi ini kami susun dengan melibatkan para guru, penulis, dan sastrawan sehingga karya yang dipilih sesuai dengan tujuan dari sastra masuk kurikulum. Jika buku adalah jendela dunia, maka saya yakin sastra adalah jalan untuk mencerdaskan generasi bangsa," pungkasnya.


Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, program ini masuk ke dalam jam pelajaran (co-kurikuler), bukan ekstrakurikuler.


Anindito menjelaskan bahwa banyak mata pelajaran, terutama bahasa Indonesia, yang bisa mengimplementasikannya. Program ini juga bisa dimasukkan dalam Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).


Lebih lanjut ia mengatakan bahwa nantinya semua mata pelajaran harus memasukkan karya sastra sebagai sumber informasi tambahan bagi siswa, sehingga dalam Kurikulum Merdeka, karya sastra berfungsi sebagai co-kurikuler.


"Misalnya, terkait periode perang kemerdekaan Indonesia, murid dapat menyelami era kolonial melalui karya sastra, yang lebih menarik daripada sekadar menghafalkan nama-nama tokoh," ujarnya.