Nasional

Siswa SMP Bakar Sekolah, Satuan Pendidikan Diminta Peka terhadap Kasus Perundungan

Sel, 4 Juli 2023 | 13:15 WIB

Siswa SMP Bakar Sekolah, Satuan Pendidikan Diminta Peka terhadap Kasus Perundungan

Salah satu lokasi di SMPN 2 Pringsutat yang dibakar pelaku. (Foto: Dok. PGRI Jawa Tengah)

Jakarta, NU Online 

Pekan lalu, Siswa SMP Negeri 2 Pringsutat, Temanggung, Jawa Tengah berinisial RS diamankan polisi lantaran membakar sekolahnya. Kasus siswa bakar sekolah ini terjadi dipicu sakit hati karena kerap di-bully atau dirundung oleh teman dan gurunya. Aksi tersebut terjadi pada Selasa dini hari, 27 Juni 2023 lalu. 


Terkait hal ini, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyesalkan satuan pendidikan yang tidak peka terhadap kasus perundungan yang dialami siswanya. Mestinya hal ini bisa dideteksi lebih awal agar dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pemulihan trauma akibat perundungan atau bullying.


“Ini menjadi pengingat bahwa anak-anak harus lebih diperhatikan lagi apalagi tantangan pengaruh media dan lingkungan kadang tidak semua berimplikasi positif, maka pengawasan harus maksimal baik dari satuan pendidikan, lingkungan maupun dari orang tua,” tutur Aris kepada NU Online, Selasa (4/7/2023). 


Sekretaris Umum PP Pergunu itu menganggap satuan pendidikan punya peran maksimal mengawasi anak-anak agar tidak menjadi korban maupun pelaku bullying. Sebab itu, pemerintah baik pusat maupun daerah melalui kementerian dan lembaga terkait yang menangani isu pendidikan diminta gencar melakukan sosialisasi sekolah ramah anak kepada siswa, guru maupun orang tua.


“Guru-guru, siswa, dan orang tua diberikan pengetahuan bentuk bullying dan bahaya bullying untuk masa depan dan juga akibat fatal dari bullying misal terjadi anarkis dan sampai meninggal. Ini perlu secara masif dipahamkan kepada seluruh warga pendidikan, siswa, orang tua, guru agar waspada,” jelasnya.


Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubai Matraji menilai, perundungan sulit diatasi karena pemerintah belum menganggap sebagai problem serius dan dijadikan prioritas. Sehingga tiap terjadi perundungan selalu dianggap kasus kecil lalu dilokalisir dan tidak perlu penanganan khusus. 


“Sistem pencegahan di level sekolah juga belum ada. Sekolah dan guru-guru kita juga belum punya perspektif ramah perlindungan anak. Karenanya, pendekatan kekerasan di sekolah juga masih dijadikan alat sekolah untuk mendisiplinkan peserta didik,” tuturnya.


Ubaid berharap peristiwa pembakaran sekolah di Temanggung oleh siswa ditangani secara khusus dengan mengedepankan pendekatan perlindungan anak dan proses pendampingan pendidikan. 


“Kasus ini harus ditangani secara khusus supaya menjadi pelajaran bersama. Apa saja yang membuat ini bisa terjadi? Harus ada kajian dan pendampingan. Harus menyeluruh pula, bagaimana melakukan pendampingan dan pendidikan kepada pelaku, korban, dan juga ekosistem sekolah,” jelas Ubaid. 


Kasus bullying anak di Indonesia marak terjadi di tahun 2023 dan menjadi ancaman besar bagi masyarakat, terutama di satuan pendidikan. Pasalnya, di awal tahun 2023 Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya sekitar 12 kasus perundungan terjadi di sekolah.


Tak hanya itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat adanya temuan kasus perundungan yang meningkat kisaran 30-60 kasus per tahun dan kerap terjadi di lingkungan sosial khususnya sekolah. 


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad