Obituari

Lima Catatan Penting Mengenai Sosok KH Maimoen Zubair

Sel, 6 Agustus 2019 | 14:30 WIB

Lima Catatan Penting Mengenai Sosok KH Maimoen Zubair

Almaghfurlah KH Maimoen Zubair (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Wafatnya Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimoen Zubair meninggalkan kesan mendalam bagi umat Muslim di tanah air. Bukan hanya akhlak dan komitmen kebangsaan yang tinggi, tetapi juga keilmuan yang luas terutama bagi perkembangan tradisi keilmuan di pondok pesantren.

Jasa dan kiprah Mbah Maimoen meninggalkan banyak catatan berharga. Juri Ardiantoro, salah seorang Ketua PBNU memaparkan setidaknya ada lima catatan penting mengenai sosok ulama kharismatik yang meninggal di usia 91 tahun ini.

Pertama, tentang geneologi kealiman. Beliau tidak ada yang meragukan keilmuan dan sanad keilmuannya, baik dari orang tuanya maupun dari guru-gurunya mulianya.

“Beliau juga telah melahirkan banyak kader-kader yang alim dan melakukan kiprahnya di berbagai medan dakwah di Nusantara ini,” ujar Juri kepada NU Online, Selasa (6/8) di Jakarta.
 
Kedua, tentang gaya hidup yang sederhana (bersahaja). Mbah Maimoen adalah tokoh kaliber internasional. Sikapnya menjadi rujukan banyak orang, termasuk elit-elit di negeri ini. Jadi bisa saja beliau menikmati gemerlap dan nikmatnya dunia.
 
“Tetapi beliau hidup dengan kesederhanaan, kesahajaan, tanpa mengurangi wibawa dan pengaruhnya di masyarakat,” ungkap pria yang pernah menjabat Ketua KPU DKI Jakarta periode 2008-2013 ini.
 
Ketiga, tentang komitmen tinggi terhadap dunia pendidikan. Dalam hal ini Mbah Maimoen bisa dicatat beberapa hal penting dan prinsipil. Pertama, sebagai motivator bagi generasi muda untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Beliau sering mengatakan jangan mikir akan jadi apa, tapi dengan pintar akan  jadi apa-apa. Kedua, prinsip pendidikan tanpa membeda-bedakan.

“Ini terlihat dari cara Mbah Maimoen yang selalu menganggap santri itu sama dan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga tidak ada pembedaan perlakukan kepada semua santri-santrinya,” jelas Juri yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
 
Keempat, di bidang kebangsaan. Mbah Maimoen adalah salah satu poros rujukan dan sandaran bagi paham dan praktik beragama umat di Nusantara. Keyakinan dan komitmennya untuk menjadikan agama sebagai rahmat bagi masyarakat yang beragam inilah yang membuat sosoknya selalu ada di hati masyarakat dari berbagai golongan.

“Menjaga Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika adalah salah satu amanatnya bagi kita utk menjaganya,” ucap mantan Ketua KPU RI ini.

Kelima, ke-NU-an. Bagi warga NU beliau adalah panutan. Di samping selalu mendampingi perjalanan NU selama hidupnya, juga telah mendidik kader kader santri-santri menjadi aktivis yang turut menjaga dan mengurus NU.

Mbah Maimoen Zubair wafat pada Selasa (8/8/2019) di Makkah, Arab Saudi sekitar pukul 04.17 pagi waktu setempat di sela sedang akan menunaikan ibadah haji. Sebelumnya ia sempat mendapat perawatan dari tim media asal Indonesia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit An-Noor Makkah.

Atas persetujuan pihak keluarga, Mbah Maimoen Zubair dimakamkan area kompleks pemakaman Ma’la, Makkah tidak jauh dari Masjidil Haram. Beliau dimakamkan sekitar 500 meter dari makam istri pertama Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah. Sebelumnya, ribuan jamaah menyolatinya di Masjidil Haram. (Fathoni)