![Gagal Paham Membandingkan Takut Corona dengan Takut Allah](https://storage.nu.or.id/storage/post/16_9/mid/1627210257.jpg)
Menghindari dari mafsadat adalah bagian dari pelaksanaan perintah Allah yang sangat prinsipil karena termasuk tujuan syariat: "hifdhun nafs". (Foto ilustrasi: kemlu.go.id)
Muhammad Ishom
Kolomnis
Di dunia Islam seperti Palestina, Kuwait, Malaysia, Turki, Tajikistan, Iran, dan Indonesia, rasa takut akan terjadi penyebaran virus Corona melalui jamaah shalat di masjid dapat dilihat dari dikeluarkannya fatwa yang meniadakan shalat Jumat. Sebagai gantinya umat Islam di negara-negara tersebut diperintahkan untuk melakukan shalat Dhuhur di rumah masing-masing. Di Indonesia, Masjid Raya Bandung meniadakan shalat Jumat dan jamaah shalat wajib mulai tanggal 16 Maret 2020.Ā
Fatwa tersebut ternyata ditanggapi secara kontra oleh beberapa pihak di kalangan umat Islam termasuk di Indoensia. Mereka berpendapat tidak ada alasan untuk meniadakan shalat Jumat karena shalat wajib dua rakaat berjamaah di siang hari ini adalah perintah Allah. Mereka menilai ditiadakannya shalat Jumat dan jamaah shalat wajib menunjukkan bahwa virus Corona telah lebih ditakuti daripada tuhannya.Ā
Pertanyaannya, apakah betul meniadakan shalat Jumat dan jamaah shalat wajib disebabkan takut menjadi media penularan virus Corona itu berarti telah menempatkan virus tersebut sebagai makhluk yang lebih takuti daripada khaliknya?Ā
Jika jawabannya āyaā, maka bisa dikatakan para ulama di masing-masing negara itu telah gegabah sekali karena telah meniadakan shalat Jumat gara-gara takut kepada virus Corona. Bukankah shalat Jumat adalah perintah Allah? Tetapi apakah mungkin para ulama itu bertindak gegabah dan bertentangan dengan perintah dan larangan Allah?Ā
Terasa tidak masuk jika mereka seperti itu. Mereka adalah para ulama yang tentunya telah dipercaya masyarakat karena kompetensi dan kredibilitasnya.Ā
Jika memang demikian, maka permasalahannya tidak pada para ulama tetapi pada mereka yang kontra fatwa. Mereka gagal paham bahwa fatwa para ulama itu dikeluarkan justru karena rasa takut mereka kepada Allah. Sebagai ulama mereka tidak bisa lepas dari tanggung jawab keumatan. Mereka sadar betul akan bersarnya tanggung jawab di hadapan Allah terkait keselamatan jiwa umat yang dipimpinnya.Ā
Perintah Rasulullah Terkait Penyakit Menular yang Berbahaya
Di antara penyakit menular yang berbahaya adalah hansen (dulu disebut kusta atau lepra). Di zaman Rasulullah shallallahu āalaihi wa sallam penyakit ini sudah dikenal. Penderita penyakit ini dapat dikenali dari lesi (area jaringan yang telah rusak karena cedera atau sakit) pada kulitnya sehingga bisa dilihat dari luar.Ā
Untuk mencegah dari terluar penyakit ini Rasulullah memerintahkan untuk menjauh dari si penderita. Atau dengan kata lain agar dilakukan isolasi terhadap penderita agar tidak menular kepada mereka yang sehat. Perintah tersebut dapat kita lihat pada tiga penggalan hadits berikut ini:Ā
ŁŁŲ± Ł Ł Ų§ŁŁ Ų¬Ų°ŁŁ Ų§ŁŁ ŲµŲ§ŲØ ŲØŲ§ŁŲ¬Ų°Ų§Ł ŁŁ Ų§ ŲŖŁŲ± Ł Ł Ų§ŁŲ£Ų³ŲÆ
Artinya,āLarilah dari orang yang terkena lepra sebagaimana engkau lari dari singaā (HR al-Bukhari).
ŁŲ§ ŲŖŲÆŁŁ ŁŲ§ Ų§ŁŁŲøŲ± Ų„ŁŁ Ų§ŁŁ Ų¬Ų°ŁŁ ŁŁ
Artinya, āJanganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit lepraā (HR al-Bukhari).
ŁŲ§ ŲŖŁŲ±ŲÆŁŲ§ Ų§ŁŁ Ł Ų±Ų¶ Ų¹ŁŁ Ų§ŁŁ ŲµŲ
Artinya: "Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat" (HR al-Bukhari).
Saat ini di Indonesia jumlah orang yang positif terkena virus Corona telah mencapai 172 kasus, 7 di antaranya telah meningal dunia, berdasar data per 18 MaretĀ 2020, pukul 10.30 WIB. Virus ini sebagaimana penyakit lepra bersifat menular tetapi tingkat bahayanya jauh lebih besar karena dapat mematikan dalam waktu singkat. Penyebarannya sangat cepat khususnya lewat kontak antara penderita dengan orang lain, sementara obatnya belum ditemukan.Ā
Meniadakan Shalat Jumat karena Takut Allah
Menyadari akan kesulitan tersebut, maka para ulama di negara-negara tersebut di atas melakukan ijtihad dengan mengambil kebijaksanaan meniadakan shalat Jumat dan sebagai gantinya diperintahkan shalat Dhuhur di rumah masing-masing. Hal ini mereka tempuh karena sebagai pemimpin mereka berkewajiban menghomati dan melindungi hak asasi manusia di antara umatnya, yakni hak atas keselamatan jiwa (hifdhun nafs) yang diamanatkan oleh syariat.Ā
Allah dalam firman-Nya di dalam Al-Qurāan dengan tegas melarang manusia berbuat kerusakan di atas bumi sebagaimana ayat berikut:Ā
ŁŁŁŁŲ§ ŲŖŁŁŁŲ³ŁŲÆŁŁŲ§ ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ£ŁŲ±ŁŲ¶Ł ŲØŁŲ¹ŁŲÆŁ Ų„ŁŲµŁŁŁŲ§ŲŁŁŁŲ§Ū Ų°ŁŁ°ŁŁŁŁŁ Ł Ų®ŁŁŁŲ±Ł ŁŁŁŁŁŁ Ł Ų„ŁŁ ŁŁŁŲŖŁŁ Ł ŁŁŲ¤ŁŁ ŁŁŁŁŁŁĀ
Artinya, āDan janganlah membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.ā (QSĀ al-Aāraaf: 85)Ā
Allah adalah Dzat yang menghidupkan manusia dan memberinya kesehatan agar mereka dapat melaksanakan dengan baik kewajiban-kewajibannya, yakni beribadah hanya kepada-Nya. Bagi para ulama, membiarkan keselamatan jiwa manusia terancam oleh virus Corona dengan membolehkan mereka berkumpul dalam jumlah besar dalam ruang dan waktu yang sama adalah sebuah tindakan yang bisa menimbulkan kerusakan karena mengancam keselamatan jiwa.Ā
Hal itu tidak patut dilakukan oleh para ulama yang notabene adalah orang-orang beriman. Di sisi lain, Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk menjalankan shalat Jumat dan hal ini hanya bisa dilakukan secara berjamaah. Di sinilah permasalahannya yang menuntut kearifan para ulama. Mereka lalu berijitihad dengan memperhatikan hadits Rasulullah sebagai berikut:
Ų®ŪŲ± Ų§ŁŲ£Ł ŁŲ± Ų£ŁŲ³Ų§Ų·ŁŲ§
Artinya, āSebaik-baik perkara adalah sikap tengah.ā (HR. Ibn As-Samāani)
Mengambil jalan tengah itulah yang kemudian dilakukan para ulama. Kewajiban shalat Jumat tidak diabaikan, hanya diganti dengan shalat Dhuhur sebab aturan fiqih memang demikian, yakni jika shalat Jumat terhalang untuk dilaksanakan, maka harus diganti dengan shalat Dhuhur. Jadi dalam hal ini tidak ada perintah dan larangan Allah yang dilanggar.
Di sisi lain, hak kaum Muslimin untuk tidak terancam keselamatan jiwanya dipenuhi dengan meniadakan shalat Jumat demi menghindari tertular penyakit Corona. Upaya menghindari ini harus lebih diutamakan sesuai dengan kaidah fiqih: āDarāul mafasid muqaddamun āala jalbil mashalihā (menghindari kerusakan didahulukan daripada melakukan kebaikan).
Kesimpulannya, fatwa ulama meniadakan shalat Jumat sebagaimana diuraikan di atas telah sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu āalaihi wa sallam. Dengan kata lain fatwa itu dikeluarkan justru karena rasa takut mereka kepada Allah subhanahu wataāala. Mereka sadar betul akan besarnya tanggung jawab di hadapan Allah atas kemaslahatan umat dengan lebih mendahulukan upaya menghindari kerusakan (mafsadat) daripada mencari kebaikan (mashalih). Jadi tidak benar para ulama itu telah menempatkan virus Corona (Covid-19) lebih tinggi di atas tuhannya. Naāudzu billahi min dzalik.
Terpopuler
1
PBNU Buka Pendaftaran Beasiswa S1 ke Al-Azhar Mesir, Ini Ketentuan dan Cara Daftarnya
2
Khutbah Jumat: Menjadi Pribadi Lebih Baik di Tahun Baru Islam
3
DKPP Berhentikan Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU RI karena Kasus Tindakan Asusila
4
Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah: Kiat Memperbaiki Masa Depan
5
Diberhentikan DKPP, Ketua KPU: Alhamdulillah, Terima Kasih
6
Khutbah Jumat: 7 Upaya Menata HatiĀ
Terkini
Lihat Semua