Nasional

Keputusan PBNU: Ibadah Haji Nonprosedural Bertentangan dengan Syariat

Kam, 30 Mei 2024 | 12:00 WIB

Keputusan PBNU: Ibadah Haji Nonprosedural Bertentangan dengan Syariat

Forum Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah PBNU di Jakarta (28/5/2024) (Foto: Suwitno/NU Online)

Makkah, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membahas sejumlah persoalan seputar masalah haji terkini di Jakarta, Selasa (28/5/2024) siang. PBNU dalam Forum Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah-nya memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji tanpa melewati prosedur formal tidak sejalan dengan ketentuan syariat Islam.


PBNU dalam putusan musyawarah bahtsul masail yang ditetapkan di Jakarta pada 19 Dzulqa'dah 1445 H/28 Mei 2024 M menyatakan bahwa haji nonprosedural atau ilegal mengandung banyak risiko bagi diri sendiri dan jamaah haji lain yang menempuh jalur prosedur formal.


Haji ilegal dikhawatirkan dapat mengganggu fasilitas dan layanan jamaah haji resmi di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) baik transportasi, akomodasi, maupun konsumsi.


“Dalam hal ini, praktik haji ilegal selain telah mencaplok (ghashab) tempat yang menjadi hak tempat yang disediakan untuk jamaah haji resmi. Jamaah haji ilegal juga memperparah kepadatan jamaah di Armuzna maupun di Makkah, yang berpotensi mempersempit ruang gerak jamaah haji resmi sehingga dapat menimbulkan mudarat bagi diri sendiri dan juga jamaah lain,” tulis putusan PBNU.


Praktik haji ilegal ini sangat berpotensi menambah risiko meningkatnya prevalensi angka sakit dan bahkan kematian bagi jamaah lansia yang lemah dan risti karena keterbatasan ruang di Armuzna, area tawaf dan sa’i di Masjidil Haram.


Jamaah haji ilegal juga terancam sanksi yang telah ditetapkan oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi (KSA) melalui Kementerian Dalam Negeri KSA  berupa deportasi, denda 10.000 Riyal atau setara Rp. 42.8 juta, dan larangan masuk ke Tanah Suci selama 10 tahun.


Keberadaan para jamaah haji non-prosedural menjadi persoalan dalam hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi. Kehadiran mereka yang ilegal tidak tercatat secara resmi sebagai jamaah haji, baik menurut negara asal maupun bagi negara tujuan.


Masalah hukum ini pada gilirannya dapat menyulitkan posisi Pemerintah RI karena mereka bagaimana pun adalah warga negara Indonesia (WNI). Praktik haji ilegal dengan proyek ambisi dan egoisme pribadi ini dapat mengganggu hubungan Pemerintah RI dan KSA.


“Orang yang haji dengan menggunakan visa nonhaji (tidak sesuai prosedur/ilegal) bertentangan dengan substansi syariat Islam karena praktik haji tidak prosedural ini berpotensi membahayakan dirinya sendiri dan juga jamaah haji lainnya,” dalam bunyi putusan bahtsul masail diniyyah waqiiyah PBNU.